May, ini ceritaku lagi. Do not be
boring, okay.
Ramadhan berlalu, lalu apa selanjutnya? 1 syawal, Lebaran lebaran, lebaran. Takbir dikumandangkan. Orang-orang menyebutnya hari kemenangan.
Saya pikir hari raya bukan persoalan
hari kemenangan atau kekalahan. Lagi pula siapa yang bisa menentukan bahwa kita
telah menang atau kalah, kita telah lulus atau tidak dari tempaan ramadhan? Bukankah
ibadah puasa adalah urusan langsung individu terhadap sang penciptanya.
Bila ramadhan dianalogikan sebagai
ujian peserta didik, maka hanya sang pencipta yang maha tahu seberapa baik kita
melulusinya. Tidak ada jaminan peserta didik bahwa ia telah melulusinya dengan
baik. Juga sebagaimana yang para dosen sampaikan kepada peserta kelulusan bahwa
ujian yang sesungguhnya adalah bukan semasa melaksanakan perkuliahan, melainkan
didunia nyata sesungguhnya. Demikian juga dengan ramadhan, hari raya adalah
hari wisuda seluruh umuat muslim dan muslimin sedunia setelah melewati ramadhan.
Era ujian yang sesungguhnya menanti didepan, bahkan jauh lebih menantang. Dimasa
itulah kemenangan atau kelulusan akan teraktualisasi.
Momen ramadhan memang kondusif untuk
melaksanakan ibadah. Semua berbondong-bondong melaksanakannya. Dengan kesdaran
penuh ataupun mengikuti trend. Hari-hari selama ramadhan diwarnai oleh semangat
relijius. Coba saja lihat, semua media televise dan surat kabar menyajikan
mayoritas nilai-nilai relijius.
Situasi ditempat kerja juga memberi kesan
kental bahwa perusahaan memfasilitasi
ritual ramadhan karyawannya. Jadwal pulang dipercepat dari yang semula jam 5
menjadi jam 4 sore agar karyawan bisa mempersiapkan acara berbuka puasanya
dengan khikmat. Juga diorganisir acara berbuka puasa bersama untuk semua level
karyawan. Pun orang saling mengingatkan bila ada kekeliruan dan kesalahan yang
memicu lompatan emosi dengan berucap saya sedang puasa.
Nah.. diluar bulan ramadhan, situasi
tersebut diatas melemah bahkan sirna ditelan bumi. Hanya beberapa saja dari
kawan dan momen yang akan mengingatkan nilai-nilai penting agama. Jumatan sebagai
shalat bersama yang paling umum dijalankan bersama. Puasa tidak lagi dijalnakn
secara missal, hanya sebagian saja yang menjalankan puasa sunat.Orang tua ,
adik kakak atau teman baik saja yang dekat dengan lingkungan pergaulan yang
akan mengingatkan bukan lagi dengan ucapan saya sedang puasa, namun dengan kalimat
lain yang mengajak pada kebaikan.
Apa semua ini artinya, ? SebEnarnya tantangannya
luar biasa berat diluar ramadhan untuk tetap pada selalu merayakan dan menjalankan
esensi ramadhan . Parahnya lagi itu akan berjalan 11 bulan sampai ramAdhan
kembali datang.
Saat hari raya idulfitri kita
sepertinya bukan merayakan sebagai hari kemenangan dengan esensi bahwa kita
semua telah terlatih selama masa ramdhan dan siap selalu menang pada hari-hari
berikutnya dengan bekal yang kita bawa tempaan dari ramadhan.
Kita merayakannya hampir hanya dengan
makna bahwa kita telah lepas dari ramadhan dan karena itu kita menang. Kita menang karena kita bisa lagi makan
disiang hari, tidak ada lagi rintangan untuk menggodai suami atau istri disiang
hari, atau merasa tidak perlu lagi malu untuk terang-terangan tidak menjalankan
shalat karena ada yang lain yang juga tidak melaksanakannya.
Untuk itu semoga kita semua merayakan
hari raya idul fitri sebagai sebuah titik balik, momen kalahiran kembali spirit
baru untuk terus lebih baik dan unggul lahir bathin. Tidak ada manusia yang
sempurna, namun semoga dengan kesadaran bahwa ada nilai yang harus kita jaga,
semoga kita selalu dalam suasana keseimbangan , jiwa dan raga. Amiin.
Selamat jalan ramadhan, sampai jumpa.
Selamat idulfitri
2015, mohon maaf lahir batin