Thursday, July 16, 2015

Selamat jalan ramadhan, sampai jumpa


May, ini ceritaku lagi. Do not be boring, okay.

Ramadhan berlalu, lalu apa selanjutnya? 1 syawal, Lebaran lebaran, lebaran. Takbir dikumandangkan. Orang-orang menyebutnya hari kemenangan.

Saya pikir hari raya bukan persoalan hari kemenangan atau kekalahan. Lagi pula siapa yang bisa menentukan bahwa kita telah menang atau kalah, kita telah lulus atau tidak dari tempaan ramadhan? Bukankah ibadah puasa adalah urusan langsung individu terhadap sang penciptanya.

Bila ramadhan dianalogikan sebagai ujian peserta didik, maka hanya sang pencipta yang maha tahu seberapa baik kita melulusinya. Tidak ada jaminan peserta didik bahwa ia telah melulusinya dengan baik. Juga sebagaimana yang para dosen sampaikan kepada peserta kelulusan bahwa ujian yang sesungguhnya adalah bukan semasa melaksanakan perkuliahan, melainkan didunia nyata sesungguhnya. Demikian juga dengan ramadhan, hari raya adalah hari wisuda seluruh umuat muslim dan muslimin sedunia setelah melewati ramadhan. Era ujian yang sesungguhnya menanti didepan, bahkan jauh lebih menantang. Dimasa itulah kemenangan atau kelulusan akan teraktualisasi.

Momen ramadhan memang kondusif untuk melaksanakan ibadah. Semua berbondong-bondong melaksanakannya. Dengan kesdaran penuh ataupun mengikuti trend. Hari-hari selama ramadhan diwarnai oleh semangat relijius. Coba saja lihat, semua media televise dan surat kabar menyajikan mayoritas nilai-nilai relijius.  

Situasi ditempat kerja juga memberi kesan kental bahwa  perusahaan memfasilitasi ritual ramadhan karyawannya. Jadwal pulang dipercepat dari yang semula jam 5 menjadi jam 4 sore agar karyawan bisa mempersiapkan acara berbuka puasanya dengan khikmat. Juga diorganisir acara berbuka puasa bersama untuk semua level karyawan. Pun orang saling mengingatkan bila ada kekeliruan dan kesalahan yang memicu lompatan emosi dengan berucap saya sedang puasa.

Nah.. diluar bulan ramadhan, situasi tersebut diatas melemah bahkan sirna ditelan bumi. Hanya beberapa saja dari kawan dan momen yang akan mengingatkan nilai-nilai penting agama. Jumatan sebagai shalat bersama yang paling umum dijalankan bersama. Puasa tidak lagi dijalnakn secara missal, hanya sebagian saja yang menjalankan puasa sunat.Orang tua , adik kakak atau teman baik saja yang dekat dengan lingkungan pergaulan yang akan mengingatkan bukan lagi dengan ucapan saya sedang puasa, namun dengan kalimat lain yang mengajak pada kebaikan.

Apa semua ini artinya, ? SebEnarnya tantangannya luar biasa berat diluar ramadhan untuk tetap pada selalu merayakan dan menjalankan esensi ramadhan . Parahnya lagi itu akan berjalan 11 bulan sampai ramAdhan kembali datang.

Saat hari raya idulfitri kita sepertinya bukan merayakan sebagai hari kemenangan dengan esensi bahwa kita semua telah terlatih selama masa ramdhan dan siap selalu menang pada hari-hari berikutnya dengan bekal yang kita bawa tempaan dari ramadhan.

Kita merayakannya hampir hanya dengan makna bahwa kita telah lepas dari ramadhan dan karena itu kita menang.  Kita menang karena kita bisa lagi makan disiang hari, tidak ada lagi rintangan untuk menggodai suami atau istri disiang hari, atau merasa tidak perlu lagi malu untuk terang-terangan tidak menjalankan shalat karena ada yang lain yang juga tidak melaksanakannya.

Untuk itu semoga kita semua merayakan hari raya idul fitri sebagai sebuah titik balik, momen kalahiran kembali spirit baru untuk terus lebih baik dan unggul lahir bathin. Tidak ada manusia yang sempurna, namun semoga dengan kesadaran bahwa ada nilai yang harus kita jaga, semoga kita selalu dalam suasana keseimbangan , jiwa dan raga. Amiin.   
Selamat jalan ramadhan, sampai jumpa. 
Selamat idulfitri 2015, mohon maaf lahir batin

No comments:

Post a Comment

Please leave acomment.
I`ll Reply it soon

Please leave comment. I`ll Reply it soon

Subscribe via Email

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner